Jumat, 24 September 2010

anjing kampung kudisan, udik(h)

anjing udik(h)

sekarang saya memiliki ungkapan lain untuk sebuah peristiwa yang tak dilakukan,
tetapi menimbulkan ancaman, dan kerusakan. dia bukan saya. bangsat.
merenggut kesekian ratus potongan waktu untuk setiap penggal pikiran,
irisan perasaan dendam, balas dendam.
kerusuhan anjing kampung kudisan, udik(h).


tulang dia kasih, dagingnya tak sisa di lidah, ditaring anjing (sia) !
tulang mereka hantam, kepalaku lalu lalang ditiang jemuran kesakitan,
di bukit bukit perseteruan, yang tak kan didengar.
"jalanmu bukan jalanku, jalanku bayang jalanmu yang berkabut kau buat."
tulang mereka sumpal dimulut, lidahku bergelimang disantap mulut sendiri,
kata-kataku mengapung dirongga mulut yang menggemakan kemeletuk gigi.
"tahtaku, di atap langitmu yang tak bisa kudengar suaramu disana. suaraku lantang,
kau mesti dengar !"
jika tulang menancap tali kekang ku.
tiga serigala menggilas kerongkongan mata kaki mulut dan ekor anjingmu dengan rahangnya.


anjing kampung kudisan, udik(h)
semoga tuhan menghampirimu menyatakan kekekalan dalam magma.

Minggu, 25 April 2010

Yang Maha Sempurna (Kepercayaan)


Barangkali banyak hal di dunia ini harus dipaksakan lebih dahulu sebelum itu terjadi karena kehendak-Nya atau kehendak kita sendiri. Seperti menyuapi anak-anak yang malas makan, kita paksakan hingga harus membentak, membujuk, sampai membuat janji biar anak mau makan. tapi kelak anak-anak ini akan belajar rasa lapar, dan menuntut dia untuk makan, makan dengan kehendaknya, tanpa di paksa.

Domi, sebut saja saya dengan nama itu, pemuda sukses dengan segala kemampuan yang tak perlu di pertanyakan lagi. Kemapanan hidup yang tak tertandingi oleh teman-teman seusia saya. Perfect, sempurna orang bilang. Saya pun ingin segalanya berjalan sesuai rencana dan keinginan saya, tanpa cacat. Dan itu memang selalu terjadi. Perfect.

Saya memang hanya seorang karyawan biasa pada awalnya di sebuah perusahaan distributor barang-barang mewah, di bagian administrasi. Yang kemudian saya diberi posisi yang lebih pantas untuk seorang yang dipercaya bos besar, sebagai pimpinan cabang yang belum lama ini baru didirikan.

Sebagai tangan kanan bos besar, pada awalnya saya selalu mendapat kepercayaan untuk mengerjakan segala sesuatu dalam proyek-proyek besar maupun kecil. Proposal, desaign, loby, publikasi, perhitungan promosi, sampai hal kecil yang seharusnya dilakukan bagian tekhnisi, bos meminta saya untuk mengerjakannya. Walaupun memang lebih terlihat seperti pesuruh, tapi coba lihat apa yang saya kerjakan, apa pun saya bisa. "Kamu ini, apa yang tidak bisa kamu herjakan heh ?" bos saya pun berkata demikian. "Inilah saya bos, selalu mau belajar apa pun, tanpa kecuali, karena pasti akan bermanfaat".

Sekarang, posisi yang saya dapatkan ini adalah buah dari segala pengetahuan yang saya dapat, yang saya bisa lakukan, tak ada yang tak bisa saya lakukan. Sebagai seorang pimpinan yang memiliki karyawan yang harus saya atur sedemikian rupa agar semuanya bisa berjalan sesuai dengan rencana dan kemauan saya, yang tentunya untuk mengejar target perusahaan, saya buat semua karyawan mau mendengarkan saya, dan bekerja sesuai target yang saya tentukan. Jika ada yang membantah dan menghambat rencana, maka ruangan saya lah yang menjadi ruang sidang untuk menjatuhkan hukuman.

Kehidupan saya tak hanya urusan kerja saja, urusan hati yang tak pernah gagal mengungkapkan cinta dan mengubur cinta adalah hal termudah yang bisa saya lakukan. Tapi saya bukan pria yang suka bermain-main, serius. Saya mau keseriusan itu, sebab disitu segalanya bisa menjadi baik. Rencana yang saya susun untuk diri sendiri pun harus bisa terpenuhi, target berkeluarga adalah hal yang harus saya utamakan juga.

Sampai sekarang, telah hampir 2 tahun saya berhubungan dengan wanita yang saya cintai. Refa, dia lah wanita pujaan saya, yang memiliki karakter hampir sama dengan saya, sempurna. Dalam segala urusan kami selalu bisa sepakat untuk menjalaninya. Bisnis, rencana hidup, urusan kerja, hobby, semua kami lakukan sama-sama, diskusi yang jarang menjadi hal perdebatan adalah hal yang paling saya sukai. Diskusi justru lebih menjadi aksi untuk menuju target yang kita rencanakan. Wanita hebat dengan keanggunan islami, pemikiran yang jernih dan kritis.

Namun ada sesuatu yang menggajal dalam hubungan kami, satu perbedaan yang seharusnya tak menjadi beda, sebab ini adalah kewajiban. Saya tidak pernah suka perbedaan seperti ini.

Refa terlahir dari keluarga yang kental dengan ajaran agamanya, islam. Sebenarnya keluarga saya pun sama saja kentalnya, tapi tidak begitu mendorong untuk urusan ini. Saya tidak menyalahkan keluarga, tapi memang karena saya lah yang pernah sedikit ragu tentang hal ini. Perbedaan ini tidak seharusnya menjadi kesalahan, karena kewajiban semua muslim untuk selalu mendekatkan diri kepada penciptaNya, bertaqwa dan mempelajari ajaranNya lebih dalam untuk kehidupan.

Refa pernah mengundang saya untuk mengaji besama keluarganya, yang memang selalu rutin mereka lakukan, setiap hari minggu, di waktu libur. Tapi telah berkali-kali Refa mengundang, saya selalu saja memiliki alasan untuk tidak bisa hadir di pengajian ini. Entahlah, bukan saya tidak mau untuk ikut. Tapi, saya baru menyadari bahwa saya minder untuk satu hal ini. Minder karena sebagai seorang pria yang akan menjadi pemimpin keluarga seharusnya memiliki ilmu yang lebih dari wanita, agar selalu bisa membimbing dengan ajaran agama yang sama-sama kita miliki.

Inilah sebuah kesalahan dari kepercayaan diri yang berlebih. Tak ada yang tak bisa saya lakukan, sempurna, seolah pernyataan itu hilang. Inilah satu hal yang tak bisa, atau belum bisa saya miliki. Ilmu yang akan menuntun kehidupan abadi, kesempurnaan dari Yang Maha Sempurna.

Awalnya memang selalu beralasan, tapi memaksakan diri adalah hal paling benar, sebelum saya benar-benar merasakan kebenaran dari yang dipaksakan, menjadi kebutuhan.

Tak ada yang tak bisa, tak ada yang terlambat belajar. Tak ada yang tak bisa untuk dipelajari.

Kamis, 07 Januari 2010

Candu

ada yang menggelegar dalam sini,
seperti sakit.
tapi bukan nyeri,
melainkan candu.
mendobrak setiap ragu.
menyusun lembaran" tinju,
mengatur rambu-rambu harap.

ini candu meliang dalam sini,
menancap seperti rambut yang tumbuh
sendiri, melekat dalam rusuk.

barangkali,
ini candu adalah kado bahgia
atas nama tuhan.

tapi ini tak hanya mainan,
adalah nafas
adalah kulit ari yang bakal terkelupas
adalah candu yang bukan hanya candu
tapi keringat didalamnya.

Satu

aku mengagumi setiap hati yang menghentak.
aku mengagumi setiap mata yang mendelik.
kemana pun. - karena memang ini tak sempit.
aku mengagumi setiap kata yang mendentang.
aku mengagumi setiap setiap setiap yang ada
pada satu.
setiap apa menjadi pasti, setiap apa memohon.
aku mengagumi segala setia ia.
satu saja.